KEPASTIAN PUNAHNYA BANGSA YAHUDI
Tidaklah berlebihan kiranya apabila mereka dijadikan lakon dalam sejarah peradaban manusia,
karena peran dan kedudukan mereka dalam sejarah manusia. Dalam surah
Al-Isra' (Memperjalankan di Malam Hari) menegaskan kehancuran atas
kesombongan mereka.
Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya kamu (Bani Israil) akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kamu pasti akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.
Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya kamu (Bani Israil) akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kamu pasti akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.
Maka apabila datang saat hukuman kejahatan yang pertama dari kejahatan itu, Kami mendatangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar masuk kampung ke seluruh negeri. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana” (QS. Al Israa’ 4-5).
Bila
kita perhatikan ayat di atas yang membahas tentang pengrusakan yang
dilakukan oleh orang Yahudi, maka muncul pertanyaan: apakah mereka
sudah melakukannya (sebelum ayat-ayat tersebut turun) atau belum? Perlu
diketahui bahwa ayat tersebut turunnya di Makkah, jauh sebelum kaum
muslimin mempunyai kekuasaan dan kekuatan di Madinah.
Apabila kita
mendalami ayat-ayat tersebut di atas dengan cermat (dengan menggunakan
kaidah Bahasa Arab), akan kita temukan bahwa kata tufsidunna dan ta’lunna
merupakan bentukan fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku untuk masa
akan datang (pasti terjadi) atau sekarang), sedangkan ‘lam’ di awal
kedua kata tersebut memastikan bahwa kata tersebut merupakan bentuk
karta kerja akan datang (future) bukan sekarang (present). Dengan
demikian, makna lafadz latufsidunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kerusakan’ dan lafadz lata’lunna
berarti ‘kamu pasti akan melakukan kesombongan’. Lafadz ‘latufsidunna’
diberi penjelasan bahwa akan terjadi dua kali, sedangkan ‘lata’lunna’
mendapat penegasan dengan lafadz ‘ulluwan’ yaitu suatu kesombongan yang
bersifat kabiiran (besar) dan ditambah lafadz ‘kabiiran’ itu sendiri;
berarti kesombongan yang sangat besar. Kemudian ayat berikutnya
disambung dengan lafadz ‘idzaa’ yang berarti ‘apabila’ dan ‘fa’
sebelumnya yang merupakan penghubung yang menunjukkan suatu kejadian
yang terjadi segera setelah keadaan sebelumnya terpenuhi.
Dari pengertian bahasa,
maka kita fahami bahwasanya bangsa Yahudi melakukan kerusakan yang
pertama setelah ayat tersebut turun. Kemudian disusul dengan
penghancuran yang menimpa mereka tanpa menunggu waktu yang lebih lama
(sesuai dengan kata hubung ‘fa’ tadi). Allah SWT melanjutkan firmanNya:
Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar-masuk kampung di seluruh negeri” (QS. Al Israa’ 5).
Lafadz ‘ibaadan
lanaa’ yang berarti hamba-hamba Kami, merupakan suatu kehormatan bagi
orang-orang tersebut yang akan menghancurkan hegemoni Yahudi. Siapakah
sesungguhnya yang dimaksud hamba-hamba Kami? Tidak lain adalah kaum
mu’minin, sekelompok kaum yang pantas mendapat predikat ‘ibaadan
lanaa’, sebagaimana pernyataan ayat:
Dan hamba-hamba Ar Rahmaan yang berjalan di muka bumi, (memiliki sifat) rendah hati dan apabila mereka ditegur sapa oleh orang-orang jahil, mereka mengucapkan selamat (salam)” (QS. Al Furqon 63).
Katakanlah hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah” (QS. Az Zumar 53).
Mahasuci Allah yang telah menjalankan hambaNya…” (QS. Al Israa’ 1).
Sudah
barang tentu gelar kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT
tersebut tidak sesuai dengan sifat-sifat bangsa Babilonia atau Romawi
yang pernah menghancurkan bangsa Yahudi sebelumnya. Penghormatan dan
kemuliaan itu lebih berhak disandang oleh Rasulullah SAW beserta para
sahabatnya yang hijrah ke Madinah, negeri tempat kekuasaan, politik,
dan ekonomi bangsa Yahudi waktu itu. Tak aneh apabila Rasulullah SAW
pertama kali sampai di Madinah langsung menyusun resolusi dan
perjanjian politik antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi.
Tetapi
bangsa, yang telah mendapat laknat Allah, itu telah melanggar dan
merusak perjanjian yang sebelumnya mereka sepakati. Oleh karena itu,
Allah SWT mendatangkan kepada mereka hamba-hambaNya (kaum mu’minin)
yang mempunyai kekuatan besar, lalu mencari Yahudi keluar masuk kampung
ke seluruh pelosok negeri. Berakhirlah kedigjayaan, kepongahan, dan
kekuasaan bangsa Yahudi di Madinah, Khaibar, dan kawasan Taima. Bahkan
tidak kepalang tanggung, hancurlah seluruh pengaruh dan impian mereka
untuk bercokol di bumi Arab. Maha benar Allah SWT dengan firmanNya:
Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir dari ahli kitab itu dari negeri-negeri mereka pada waktu pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar, dan merekapun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan mampu mempertahankan mereka dari hukuman Allah…” (QS. Al Hasyr 2).
Pengusiran
dan kehancuran Yahudi yang pertama mengakibatkan tersebarnya
koloni-koloni mereka ke seluruh penjuru (diaspora) di masa Rasulullah
SAW beserta sahabatnya masih hidup. Inilah rahasia lafadz terakhir ayat
tadi (Al Israa’ 5), yaitu wa kaana wa dan maf’uulaa
yang berarti ‘dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana’. Ayat
berikutnya menggambarkan babakan kedua dari kesombongan dan kepongahan
mereka:
Kemudian kami berikan giliran padamu untuk mengalahkan mereka kembali, dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (QS. Al Israa’ 6).
Ayat
ini mengisyaratkan bahwasanya Allah SWT akan memberikan giliran kepada
bangsa Yahudi untuk mengalahkan “mereka”. “Mereka” pada ayat ini
berhubungan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu orang yang pernah
mengusir dan mengejar Yahudi keluar masuk kampung di seluruh negeri.
Ayat ini diawali dengan lafadz tsumma yang
berfungsi sebagai kata penghubung, yang menghubungkan kejadian pertama
dan kejadian kedua dengan memberikan jeda (waktu atau kurun) yang agak
lama. Berbeda dengan lafadz fa.
Mahabenar
Allah SWT yang menunjukkan kepada kita saat ini Kebesaran dan
KeagunganNya dengan mengukir kemenangan bangsa Yahudi atas kaum
muslimin. Bangsa Yahudi berhasil membalas sakit hatinya dengan
menduduki kembali negeri-negeri Syam dan Palestina, serta mengalahkan
pengaruh kaum muslimin di wilayah itu.
Pada ayat di atas tercantum lafadz ‘al karrata’, yang dapat diartikan pula dengan ‘kekuasaan’, disambung dengan ‘dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar’.
Kebenaran ayat ini juga tak perlu disangsikan lagi, dengan melimpahnya
bantuan ekonomi maupun politik terhadap bangsa Yahudi Israel serta
dengan mengalirderasnya arus imigran Yahudi dari segala penjuru dunia
ke bumi Palestina, tanpa bisa dicegah lagi oleh kaum muslimin. Kekuatan
ekonomi dan militer Barat hampir seluruhnya berdiri di belakang Yahudi,
sebagai konsekuensi bagi mereka yang telah melahirkan negara Israel
pada tahun 1948. Karenanya, kesombongan dan kepongahan mereka pun
meningkat, sesuai dengan derajat kesombongan kedua yang dilukiskan
dalam Al Qur’an. Sejarah modern pun mencatat lembaran hitam kaum
muslimin akibat ulah bangsa Yahudi, sebagaimana dipaparkan di bawah.
Tanpa
mengindahkan kekhawatiran dunia, bangsa Yahudi melompati batas-batas
wilayahnya, menduduki kawasan lain yang dapat memeliharanya dari
bencana dan kemarahan orang-orang Arab (baca: kaum muslimin), melakukan
teror dan pembunuhan, perburuan dan penyiksaan yang belum pernah
ditemui dalam sejarah kekejian manusia. Berapa banyak anak-anak kaum
muslimin menjadi yatim piatu, wanita yang menjadi janda, orang tua
kehilangan anak-anaknya, wanita yang direnggut kehormatannya,
rumah-rumah milik kaum muslimin yang dihancurkan, tanah penduduk yang
dirampas, tanpa ada balas budi atas kebaikan kaum muslimin di masa
lampau terhadap mereka (di masa Kekhilafahan Turki Utsmani bangsa
Yahudi kebanyakan menjadi Ahludz Dzimmah*)). Malahan dengan biadab
mereka merusak dan membakar Masjidil Aqsha (tahun 1969), merobek-robek
Kitab Suci Al Qur’an, dan membunuh jama’ah yang sedang melakukan
shalat. Kalaulah kita ingin mencatat kebiadaban mereka, maka akan masih
banyak lagi daftar panjang kebiadaban bangsa Yahudi terhadap kaum
muslimin.
Benar, bahwasanya
perbuatan biadab dan kekejian yang mereka lakukan, sesungguhnya
hanyalah akan mempercepat datangnya siksaan dan hukuman Allah SWT
sebagaimana yang telah dijanjikan dalam Al Qur’an:
Dan apabila tiba saatnya hukuman bagi (kejahatan) yang kedua. (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-mukamu (Bani Israil), dan untuk memasuki masjid sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama, dan untuk membinasakan habis-habisan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al Israa’ 7).
Dalam
ayat ini Allah SWT telah memastikan akan lenyapnya bangsa Yahudi dari
permukaan bumi ini. Seperti ayat ke-5, Al Qur’an kembali menggunakan
lafadz ‘fa’ bukan ‘tsumma’. ‘Fa’ menunjukkan ‘athaf’ yang berarti
segera akan terjadi (bersusulan) begitu keadaan sebelumnya telah
terpenuhi (terjadi).
Mahasuci
Allah yang memberitahukan kepada kaum muslimin bahwasanya kita akan
memasuki Masjidil Aqsha, sebagaimana dahulu (di masa pemerintahan Umar
bin Khaththab RA yang menaklukan bumi Palestina). Lafadz ‘wa
liyutabbiruu’ berarti kita (kaum muslimin) akan menghancurleburkan apa
saja yang berembel-embelkan Yahudi. Dengan teramat indah, ayat tadi
menjanjikan tentang kedua kejadian. Peristiwa pertama, telah dilakukan
oleh pasukan kaum muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah bin Jarrah RA.
Sedangkan peristiwa kedua adalah penaklukan terakhir yang akan
meluluhlantakkan bangsa Yahudi sampai kedasar-dasarnya tanpa sisa
dengan kemenangan kaum muslimin yang gilang-gemilang.
Pada saat kehancuran Yahudi pertama kali, kaum muslimin sedang berada dalam keadaan yang dilukiskan oleh Al Qur’an sebagai ‘hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar’.
Dengan demikian, maka lafadz ‘sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya
pada kali yang pertama’, memiliki relevansi (hubungan) yang amat kuat
dengan keadaan yang pernah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kaum
muslimin baru akan menghancurkan Yahudi pada kali yang kedua setelah
memiliki kekuatan, setidak-tidaknya menyamai kekuatan dan kekuasaan
kaum muslimin di masa sahabat RA.
Lalu,
muncul dalam pikiran kita, apakah saat ini kaum muslimin mempunyai
kekuatan? Kaum muslimin yang mana yang akan melakukannya? Apakah
penguasa-penguasa kaum muslimin saat ini, yang menguasai negeri-negeri
kaum muslimin, khususnya di kawasan Timur Tengah, yang akan
menghancurkan kepongahan Yahudi? Jawabnya tentu saja tidak.
Memang
kaum muslimin saat ini memiliki bilangan jumlah yang teramat besar,
tetapi mereka ibarat macan kehilangan taringnya, ibarat sleeping giants,
ibarat buih yang mengapung dan terombang-ambing di lautan. Dan para
penguasanya duduk di atas buih-buih tadi dan diam dalam kelezatan
dunia, mereka membiarkan saja kekejaman yang dilakukan Yahudi atas
sesama saudara seaqidah mereka di Palestina, walaupun itu dilakukan di
depan hidung mereka. Malah mereka menjerumuskan diri, rakyat, serta
negeri mereka di bawah telapak kaki bangsa Yahudi.
Ayat
Al Qur’an di atas juga menjanjikan bahwa yang akan mengalahkan bangsa
Yahudi (berdasarkan relevansi tadi) adalah ‘ibadan lanaa’ yang memiliki
sifat-sifat mulia. Sekarang, apakah kaum muslimin saat ini beserta para
penguasanya telah memiliki sifat-sifat sebagaimana yang digambarkan
dalam Al Qur’an? Anda semua bisa menjawabnya. Kenyataannya saat ini,
sebagian besar umat hanyut dalam pesta pora. Gaya hidup pria-wanitanya
yang nista. Apakah dari perempuan-perempuan liar seperti itu akan lahir
generasi mujtahid dan mujahid yang kemudian akan menegakkan Islam?
Ketahuilah
wahai saudaraku, bahwasanya kaum muslimin yang memiliki sifat-sifat
mulia-lah yang akan mengalahkan bangsa Yahudi, dan mereka akan
memperoleh kemenangan di bawah kekuasaan, kekuatan, dan naungan Daulah
Islamiyyah (Khilafatan Raasyidatan alaa min haajin Nubuwah) yaitu
Khilafah yang menerapkan Syari’at Islam secara keseluruhan. Hanya
Daulah Islam yang menerapkan Syari’at Islam secara totalitas inilah,
tentunya dengan izin Allah SWT, yang akan menghancurkan eksistensi
bangsa Yahudi.
Pada akhir surat Al Israa’ terdapat ayat yang berhubungan dengan janji Allah ini:
Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: ‘Diamlah kamu di negeri ini’. Maka apabila telah datang janji terakhir, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur.” (QS. Al Israa’ 104).
Lafadz
‘wa’dul akhirah’ yaitu ‘janji terakhir’ mengacu pada janji Allah
tentang musnahnya bangsa Yahudi pada kehancurannya yang kedua pada ayat
ke-7 surat yang sama. Lafadz ‘faa’ di akhir ayat di atas (QS. 17:104)
berarti berkelompok-kelompok dan bercampur-baur. Ini melukiskan realita
saat ini, tatkala imigran-imigran Yahudi dari segala penjuru dunia
memasuki wilayah Palestina (terutama imigran Yahudi dari Rusia).
Kejadian
demi kejadian berlalu, semakin hari semakin menambah dan mempertebal
keyakinan kita akan datangnya kemenangan itu. Namun untuk mempercepat
apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepada kaum muslimin, maka
hendaknya kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi diri dengan
tingkah polah kita, untuk merenungkan sejauh mana kita sebagai kaum
muslimin telah berusaha mendekat menuju gambaran sifat-sifat ‘ibadan
lanaa’. Lebih penting dari itu adalah sejauh mana kepedulian kita untuk
membangkitkan umat ini dan sekaligus merubahnya menjadi suatu kekuatan
yang maha dahsyat? Inilah salah satu syarat untuk mewujudkan kemenangan
yang pasti diraih kaum muslimin. Kiranya sabda Rasulullah SAW perlu
kita renungkan:
Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin memerangi kaum Yahudi. Kemudian mereka akan diperangi oleh kaum muslimin sehingga batu dan pohon sampai berkata: ‘Hai kaum muslimin, wahai hamba Allah, inilah seorang Yahudi tersembunyi di belakangku, datangilah dan bunuhlah”. (Seluruh alam akan berkata begitu), kecuali pohon Al Gharghad. Sebab, sesungguhnya ia (pohon itu) tergolong pohon (simpatisan) kaum Yahudi” (HR. Bukhari & Muslim).
Kaum
muslimin saat ini hidup pada kurun sejarah sebelum hari kiamat.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, pada masa itu akan
terjadi serangkaian peristiwa yang akan menimpa bangsa Yahudi akibat
kebengisan dan kesombongan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Mereka
adalah satu-satunya bangsa yang telah berani membunuh para Nabi dan
Rasul serta mencela Allah SWT. Merekalah satu-satunya umat yang dikutuk
Allah SWT dengan menjadikannya babi dan kera. Mereka jugalah
satu-satunya umat yang diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,
merasakan pahit getirnya penderitaan yang teramat hebat. Itulah siksa
dan azab yang menimpa mereka pada masa lalu. Mereka seolah-olah menjadi
satu bangsa yang telah ditakdirkan untuk menderita, karena kekejaman
yang mereka lakukan terhadap para nabi dan kaum muslimin melampaui
batas-batas yang dilakukan golongan manusia lainnya. Pada golongan
agama lain selain Yahudi, walaupun mereka juga tidak ingin melihat
Islam tumbuh dan berkembang (QS. Al Baqarah 120), tapi mereka tidaklah
sebiadab bangsa Yahudi dalam membenci Islam. Bahkan sejarah mencatat,
bahwa yang mempunyai rencana untuk menyalib Isa AS dan kemudian
menyalib orang yang diserupakan Allah dengan Isa AS (QS. An Nisaa’ 157)
adalah bangsa Yahudi juga. Kemurkaan Allah SWT terhadap mereka tersurat
dengan jelas dalam Al Qur’an:
Dan ingatlah ketika Rabbmu memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia pasti mengirim kepada mereka (kaum Yahudi) sampai hari kiamat, orang-orang yang akan menimpakan adzab kepada mereka dengan yang seburuk-buruknya” (QS. Al A’raaf 167).
Serangkaian
ayat-ayat dan hadits yang diungkapkan di atas mengisyaratkan bahwa
negara Israel yang dikuasai Yahudi tidak akan lama lagi usianya. Negara
itu akan hilang dari peta dunia, dan kepunahannya merupakan hal yang
pasti, walaupun seluruh kekuatan di muka bumi memberikan kepada mereka
ramuan panjang umur untuk mempertahankan eksistensinya. Namun
kemusnahan bangsa Yahudi tidak bisa diwujudkan hanya dengan do’a saja,
atau hanya dengan tafsir terhadap ayat-ayat dan hadits yang berkaitan
dengan hal itu.
Aqidah Islam tidak
mengajarkan keyakinan seperti itu. Sedang Rasulullah SAW sendiripun
yang dijanjikan kemenangannya tidak berpangku tangan dan berdo’a saja
dalam memerangi kaum kafir. Beliau bahkan harus mengorbankan harta, air
mata, darah, bahkan nyawa kaum muslimin. Generasi muslimin pada masa
dahulu bahu-membahu menyusun kekuatan, menggalang persatuan,
memproklamirkan suatu kekuatan baru yang siap mengorbankan aspek-aspek
materi/fisik untuk mencapai tujuan menegakkan kalimat Allah SWT serta
hidup secara Islam di bawah naungan Syari’at Islam yang agung. Mereka
berhasil memperoleh kemenangan tatkala mereka mengikatkan diri mereka
di jalan Allah, dan akan menderita kekalahan dan kehinaan tatkala
melanggar jalan Allah SWT.
Kini, saat umat Islam menghadapi berbagai krisis yang menentukan hidup dan matinya, sedang mengalami ujian yang tiada tolok bandingnya. Membanjirnya musuh-musuh Islam yang menghanyutkan sendi-sendi Syari’at dan masyarakat Islam,
Kini, saat umat Islam menghadapi berbagai krisis yang menentukan hidup dan matinya, sedang mengalami ujian yang tiada tolok bandingnya. Membanjirnya musuh-musuh Islam yang menghanyutkan sendi-sendi Syari’at dan masyarakat Islam,
yang menyisakan kotoran dan lumpur kesesatan dan kemunafikan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan hukum pemerintahan, dan mengibarkan berbagai bendera kekafiran, serta berdirinya berbagai bentuk negara.
Musuh-musuh Islam itu ada yang menyamar menjadi kaum muslimin dan menyerang dari dalam dan menggerogoti umat dengan merusak sendi-sendi syari’at yang telah qath’i nashnya.
Para penguasanya hanya diam, buta dan tuli terhadap kejahatan dan kesewenangan yang berada di hadapan mereka. Sedang umat telah tenggelam di majelis-majelis para Darwisy, berdo’a dan asyik memohon kepada Allah SWT agar banjir kesesatan dan kekafiran yang melanda umat segera berlalu.
Setelah sekian
lama umat hanyut diombang-ambing dalam ketidakpastian, sekaranglah
saatnya untuk membangun kembali puing-puing yang telah hancur dilanda
air bah, menyusun kekuatan, merapikan barisan, memperindah bangunan
peradaban Islam dengan sifat-sifat mulia, berdo’a, dan bertawakkal.
Hanya dengan jalan itu, pastilah kemenangan itu akan dengan cepat dan
mudah diraih, insyaAllah. Tinggallah sekarang, apakah umat ini mau
melakukan pilihan yang justru akan menentukan hidup mati mereka? Juga,
apakah umat saat ini mau membangun dan merancang kembali bangunan Islam
yang dulu pernah tegak? Atau, malah umat akan turut hanyut bersama air
bah kesesatan dan kekafiran? Mahabenar Allah SWT dengan segala
firmanNya:
Maka
bersabarlah kamu. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan janganlah
sekali-kali orang yang tidak meyakini ayat-ayat Allah itu berhasil
menakut-nakuti kamu.” (QS. Ar Ruum 60)Secuil dari bentuk keberanian orang orang gaza
1.
Tidak ada orang Gaza yang kabur ketika ada serangan Israel, bahkan
sebaliknya, yang berada di luar segera masuk lagi ke negerinya. Sangat
berlawanan dengan yang terjadi di Israel, mereka banyak yang kabur ke
luar negeri, padahal mereka yang mengadakan serangan.
2. Tidak ada kegiatan hidup sehari-hari yang terhenti gara-gara
perang. Terganggu memang ada, tapi tidak membuat kehidupan menjadi
lumpuh dan berhenti. Semua tetap dengan aktifitas masing-masing. Yang
berdagang tetap berdagang, yang ke kebun tetap ke kebun, sekolah tidak
ada diliburkan. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jumlah yang
mengadakan pernikahan sekaligus dengan pestanya lebih banyak dari pada
yang menemui syahid.
Sebaliknya di Israel. Baru saja sebuah
roket mendarat di Tel Aviv, serine tanda bahaya langsung berbunyi, dan
seluruh rakyat akan masuk lobang persembunyian. Mereka berteriak dan
meratap ketakutan.
3. Anak-anak tetap bermain bola di lapangan. Ketika ada serangan
dengan pesawat mereka menyingkir sebentar, untuk selanjutkan meneruskan
permainan, seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya.
4. Seorang penduduk Gaza yang lagi berada di Mesir ketika terjadi
perperangan menelfon temannya yang berada di Gaza untuk menanyakan
keadaan, lalu ia menjawab: “Kami di sini baik-baik saja, tidak kurang
apapun. Saya lagi menghitung berapa jumlah rudal yang jatuh”
Beginilah perbedaan orang yang takut mati dan tidak ada harapan
terhadap kehidupan akhirat dengan orang yang kematian adalah hal yang
dirindukan, karena optimis dengan janji Allah yang akan menempatkan
mereka di dalam tempat mulia, yaitu surga.
ولتجدنهم أحرص الناس على حياة ومن الذين أشركوا يود أحدهم لو يعمر ألف سنة وما هو بمزحزحه من العذاب أن يعمر والله بصير بما يعملون
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan membebaskan mereka dari azab, dan Allah Maha melihat apa yang mereka lakukan (Al Baqarah: 96)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar