"Ya Allah...buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab."
Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal
penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah
memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam,
sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Umar bin Khattab
dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama
Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap
dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang
lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.
Beliau
dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari
suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua didalam islam setelah Abu Bakar As Siddiq.
Nasabnya
adalah .Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin
Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib.
Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara
beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah binti
Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau
"kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang
paling tua dan memberi "laqab" (julukan) Al Faruq.
Umar bin Khattab masuk Islam
Sebelum masuk
Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras
permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek
moyangnya dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan
kaum jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam
pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.
Ringkas
cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara
sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Nabi. Waktu itu Nabi
membaca surat Al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan
kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri.
"Demi Allah, ini adalah
syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy."
Kemudian beliau
mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur'an
bukan syair),
lantas beliau berkata "Kalau begitu berarti dia itu dukun."
lantas beliau berkata "Kalau begitu berarti dia itu dukun."
Kemudian beliau mendengar bacaan Nabi ayat 42, (Yang menyatakan
bahwa Al-Qur'an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata,
"Telah
terbetik lslam di dalam hatiku." Akan tetapi karena kuatnya adat
jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka
beliau tetap memusuhi Islam.
Kemudian
pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud
membunuh Nabi. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim bin
Abdullah al 'Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu
berkata kepada Umar bin Khattab,
"Mau kemana wahai Umar?"
Umar bin
Khattab menjawab, "Aku ingin membunuh Muhammad."
Lelaki tadi berkata,
"Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu
membunuh Muhammad?"
Maka Umar menjawab, "Tidaklah aku melihatmu
melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu."
Tetapi lelaki
tadi menimpali, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai
Umar? Sesuugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama
yang kamu yakini."
Kemudian dia
bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur'an, surat Thaha
kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang,
maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan
suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan
suaminya berkata,
"Kami tidak sedang membicarakan apa-apa."
Umar bin
Khattab menimpali, "Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek
moyang kalian." Iparnya menjawab, "wahai Umar, apa pendapatmu jika
kebenaran itu bukan berada pada agamamu?" Mendengar ungkapan tersebut
Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap
saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar bin
Khattab berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.
Umar bin
Khattab berkata, 'Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku
ingin membacanya.' Maka adik perempuannya berkata," Kamu itu kotor.
Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah
terlebih dahulu!" lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang
ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji
dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.
Tatkala
Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari
persembunyiannya dan berkata, "Aku akan beri kabar gembira kepadamu,
wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah
pada malam Kamis, 'Ya Allah, muliakan Islam.dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.'
Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa." Umar bin
Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian
mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin
Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya,
dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin
Abdul Muthalib bertanya, "Ada apa kalian?" Mereka menjawab, 'Umar
(datang)!" Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, "Bukalah pintunya. Kalau
dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau
menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya."
Kemudian Nabi menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya. "... Ya
Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar
bin Khattab." Dan dalam riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam
dengan Umar."
Seketika itu pula
Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah
tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang
yang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas'ud berkomentar, "Kami
senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam."
Kepemimpinan Umar bin Khattab
Keislaman
beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan
Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan
selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan
ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran,
menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang
paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah
Abu Bakar As Siddiq.
Kepemimpinan
Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh
besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As Siddiq. Pada masa
kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil
menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat,
Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Dalam
masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah,
penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin
Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam
menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran
Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Islam berhasil
memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga,
dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian.
Menjelang tahun 641, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Menjelang tahun 641, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan
Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran
Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah.
Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637,
terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641,
seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya
itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran
Nehavend (642), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir
kekuatan Persia.
Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Selain
pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah
ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata,
”Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang
satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang
lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu
mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab
menguasai 9 dari 10 ilmu.
Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.
Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.
Namun
dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati. Justru
beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’. Beliau berusaha untuk
mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah
berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat
dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit,
padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung
ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.”
Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin Khattab berkata, ”Seandainya ada
anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut
diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”
Beliaulah
yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau
berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum
muslimin kenyang memakannya…
Tidak
diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang
arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan
ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga
kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara.
Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat salat Jum'at hanya menunggu
bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.
Kebijaksanaan
dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap
rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga jauh-jauh hari
Umar bin Khattab sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat.
Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan
pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat ridha
Nabi SAW. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair binl Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf.
Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.
Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.
Wafatnya Umar bin Khattab
Pada
hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat, Beliau
ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang
bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia
mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di
samping Nabi saw dan Abu Bakar as Siddiq, beliau wafat dalam usia 63
tahun.
kisah mengharukan dari sahabat umar bin khattabPada kesempatan ini saya ingin berbagi sebuah kisah yang cukup mengharukan Umar bin Khattab dengan salah satu putranya Abu Syahamah. Umar bin Khattab ra. adalah salah seorang khalifah yang terkenal dengan ketegasannya dalam memimpin, Beliau tidak pernah memandang bulu ketika hukum-hukum Allah haru dijalankan, termasuk keluarganya sendiri.
Sayyidina Umar mempunyai beberapa orang anak laki-laki, di antaranya ialah Abdul Rahman bin Umar. Ia juga terkenal dengan panggilan Abu Syahamah.
Suatu hari Abu Syahamah diuji oleh Allah dengan satu penyakit yang dideritainya selama kira-kira setahun. Berkat kesabaran dan usahanya akhirnya penyakit tersebut dapat disembuhkan. Sebagai rasa syukur dan tanda gembira terlepas dari ujian Allah ini, Abu Syahamah yang sudah lama tidak keluar rumah itu, menghadiri majlis jamuan besar-besaran di sebuah rumah perkampungan Yahudi atas jemputan kawan-kawannya yang juga terdiri daripada kaum Yahudi. Abu Syahamah dan kawan-kawannya berpesta sehingga lupa kepada larangan Allah dengan meminum arak sehingga mabuk.
Dalam keadaan mabuk itu, Abu Syahamah pulang melintasi pagar kaum Bani Najjar. Dia melihat seorang perempuan Bani Najjar sedang berbaring, lalu mendekatinya dengan maksud untuk memperkosanya. Ketika perempuan itu mengetahui maksud buruk dari Abu Syahamah tersebut, dia berusaha untuk melarikan diri sehingga berhasil mencakar muka dan merobek baju Abu Syahamah. Malangnya dia tetap saja tidak berdaya menahan Abu Syahamah yang sudah dikuasai oleh syaitan. Akhirnya terjadilah pemerkosaan tersebut.
Akibat pemerkosaan tersebut perempuan itu hamil. Setelah sampai masanya anak yang dikandung oleh perempuan itu pun lahir, lalu anak tersebut dibawa ke Masjid Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam untuk mengadap Amirul Mukminin untuk mengadukan hal kejadian yang menimpa dirinya. Kebetulan yang menjabat sebagai khalifah pada waktu itu ialah Sayyidina Umar ibnu Khattab.
"Wahai Amirul Mukminin, ambillah anak ini kerana engkaulah yang lebih bertanggungjawab untuk memeliharanya daripada aku."
Mendengar kenyataan tersebut, Sayyidina Umar bin Khattab ra. merasa terkejut dan heran. Perempuan itu berkata lagi: "Anak kecil ini adalah keturunan darah daging anak tuan yang bernama Abu Syahamah." Sayyidina Umar bertanya: "Dengan jalan halal atau haram?"
Perempuan itu dengan berani menjawab: "Ya Amirul Mukminin, Demi Allah yang nyawaku di tanganNya, dari pihak aku anak ini adalah halal dan dari pihak Abu Syahamah, anak ini haram." Sayyidina Umar semakin kebingungan dan tidak mengerti maksud perempuan Bani Najjar ini lalu menyuruh perempuan ini berterus terang.
Perempuan itu pun menceritakan kepada Sayyidina Umar peristiwa yang menimpa dirinya sehingga melahirkan anak itu. Sayyidina Umar mendengar pengakuan perempuan itu sehingga meneteskan air mata. Kemudian Sayyidina Umar menegaskan: "Wahai perempuan jariyah (jariyah adalah panggilan budak perempuan bagi orang Arab), ceritakanlah perkara yang sebenarnya supaya aku dapat menghukum perkara kamu ini dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya."
Perempuan itu menjawab: "Ya Amirul Mukminin, penjelasan apa yang tuan kehendaki daripadaku? Demi Allah!, Sesungguhnya aku tidak berdusta dan aku sanggup bersumpah di hadapan mushaf al-Qur'an."
Lalu Sayyidina Umar mengambil mushaf al-Qur'an dan perempuan itu pun bersumpah dari surah al-Baqarah hingga surah Yassiin. Kemudian bertegas lagi: "Ya Amirul Mukminin, sesungguhnya anak ini adalah dari darah daging anakmu Abu Syahamah." Kemudian Sayyidina Umar berkata: "Wahai jariyah! Demi Allah engkau telah berkata benar." Kemudian beliau berpaling kepada para sahabat, katanya "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, aku berharap kamu semua tetap di sini sehingga aku kembali."
Tak lama kemudian Sayyidina Umar datang lagi sambil membawa uang dan kain untuk diberikan kepada perempuan malang itu: "Wahai jariyah, ambillah uang sebanyak tiga puluh dinar dan sepuluh helai kain ini dan halalkanlah perbuatan anakku terhadapmu di dunia ini dan jika masih ada yang kurang, maka ambillah sewaktu berhadapan dengan Allah nanti." Perempuan itu pun mengambil uang dan kain yang diberikan oleh Sayyidina Umar lalu pulang ke rumah bersama-sama dengan anaknya.
Setelah perempuan itu pulang Sayyidina Umar bin Khattab ra. berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, tetaplah kamu di sini sehingga aku kembali."
Sayyidina Umar terus pergi menemui anaknya Abu Syahamah yang ketika itu sedang menghadapi hidangan makanan. Setelah mengucap salam dia pun berkata: "Wahai anakku, kesinilah dan marilah kita makan sama-sama. Tidakku sangka inilah hari terakhirmu untuk kehidupan dunia."
Mendengar perkataan ayahnya itu, Abu Syahamah terkejut seraya berkata, "Wahai ayahku, siapakah yang memberitahu bahawa inilah hari terakhir bekalanku untuk kehidupan dunia? Bukankah wahyu itu telah putus setelah wafatnya Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."
Kata Sayyidina Umar: "Wahai anakku, berkata benarlah sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Dia tidak dapat dilihat dengan pandangan mata dan Dialah Maha Luas Penglihatannya." Sambung Sayyidina Umar lagi: "Masih ingatkah engkau, hari dimana engkau pergi ke satu majlis di perkampungan Yahudi dan mereka telah memberikan kamu minum arak sehingga kamu mabuk? Kemudian dalam keadaan mabuk kamu pulang melintasi perkampungan Bani Najjar di mana engkau bertemu dengan seorang perempuan lalu memperkosanya? Berkata benarlah anakku, kalau tidak engkau akan binasa."
Abu Syahamah mendengar kenyataan ayahnya itu dengan perasaan malu sambil diam membisu. Dengan perlahan beliau membuat pengakuan: "Memang benar aku lakukan hal itu, tapi aku telah menyesal di atas perbuatanku itu."
Sayyidina Umar menegaskan: "Tiada guna bagimu menyesal setelah berbuat suatu kerugian. Sesungguhnya engkau adalah anak Amirul Mukminin tiada seorang pun yang berkuasa mengambil tindakan ke atas dirimu, tetapi engkau telah memalukan aku di hadapan sahabat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."
Kemudian Sayyidina Umar memegang tangan Abu Syahamah lalu membawa ke tempat para sahabat yang sudah sekian lama menunggu.
"Mengapa ayahanda melakukan ini?" Tanya Abu Syahamah.
"Kerana aku mau tunaikan hak Allah semasa di dunia supaya aku dapat lepas daripada dituntut di akhirat kelak," jawab Sayyidina Umar bin Khattab ra. dengan tegas.
Abu Syahamah dengan cemas merayu: "Wahai ayahandaku, aku mohon dengan nama Allah, tunaikanlah hak Allah itu di tempat ini, jangan malukan aku di hadapan sahabat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."
Jawab Sayyidina Umar: "Engkau telah membuat malu dirimu sendiri dan engkau telah menjatuhkan nama baik ayahmu."
Ketika sampai di hadapan para sahabat mereka pun bertanya: "Siapakah di belakangmu wahai Amirul Mukminin?" Jawab Sayyidina Umar: "Wahai sahabatku, sesungguhnya di belakang aku ini adalah anakku sendiri dan dia telah mengaku segala perbuatannya, benarlah perempuan yang menyampaikan khabar tadi."
Kemudian Sayyidina Umar memerintah budaknya (hambanya): "Wahai Muflih, pukullah anakku Abu Syahamah, pukulah dia dengan rotan dia sehingga dia merasa sakit, jangan kasihani dia, setelah itu kamu aku merdekakan kerana Allah."
Muflih agak keberatan untuk melakukannya kerana khuatir tindakannya itu akan memberi mudharat kepada Abu Syahamah, tetapi terpaksa mengalah apabila diperintah oleh Sayyidina Umar. Tatkala dia memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh kali, kedengaranlah Abu Syahamah dalam kesakitan: "Wahai ayahandaku, rasanya seperti api yang menyala pada jasadku."
Jawab Sayyidina Umar: "Wahai anakku, jasad ayahmu ini terasa lebih panas dari jasadmu."
Kemudian Sayyidina Umar memerintah Muflih memukul sebanyak sepuluh rotan lagi. Berkata Abu Syahamah: "Wahai ayahandaku, tinggalkanlah aku supaya aku dapat mengambil sedikit kesenangan."
Jawab sayyidina Umar: "Seandainya ahli neraka dapat menuntut kesenangan, maka aku pasti akan berikan kepadamu kesenangan."
Setelah itu Sayyidina Umar menyuruh Muflih memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh rotan lagi. Abu Syahamah merayu: "Wahai ayahandaku aku mohon kepadamu dengan nama Allah, tinggalkanlah aku supaya aku dapat bertaubat."
Jawab Sayyidina Umar dengan pilu: "Wahai anakandaku, apabila selesai aku menjalankan hak Allah, jika engkau hendak bertaubat pun maka bertaubatlah dan jika engkau hendak melakukan dosa itu lagi pun maka lakukanlah dan engkau akan dipukul seperti ini lagi."
Selanjutnya Sayyidina Umar menyuruh Muflih memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh kali lagi.
Abu Syahamah terus merayu: "Wahai ayahandaku, dengan nama Allah aku mohon kepadamu berilah aku minum seteguk air."
Sayyidina Umar menjawab dengan tegas: "Wahai anakandaku, seandainya ahli neraka dapat meminta air untuk diminum, maka aku akan berikan padamu air minum."
Perintah Sayyidina Umar diteruskan dengan meminta Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh rotan. Abu Syahamah mohon dia dikasihani: "Wahai ayahandaku, dengan nama Allah aku mohon kepadamu kasihanilah aku." Sayyid
ina Umar dengan sayu menjawab: "Wahai anakandaku, kalau aku kasihankan kamu di dunia, maka engkau tidak akan dikasihani di akhirat."
Sayyidina Umar selanjutnya memerintahkan Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh kali sabetan. Abu Syahamah dengan nada yang lemah berkata: "Wahai ayahandaku, tak kasihankah ayahanda melihat keadaan aku begini sebelum aku mati?"
Sayyidina Umar menjawab: "Wahai anakandaku, aku akan heran kepadamu sekiranya engkau masih hidup dan jika engkau mati kita akan berjumpa di akhirat nanti." Sayyidina Umar terus memerintahkan Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh rotan. Dalam keadan semakin lemah Abu Syahamah berkata; "Wahai ayahandaku, rasanya seperti sudah sampai ajalku....."
Sayyidina Umar dengan perasaan sedih berkata: "Wahai anakandaku, jika engkau bertemu Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, sampaikan salamku kepadanya, katakan bahawa ayahandamu memukul dirimu sehingga kau mati."
Di saat yang semakin hiba ini Sayyidina Umar terus menyuruh Abu Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh kali rotan. Setelah itu Abu Syahamah dengan kudrat yang semakin lemah berusaha memohon simpati kepada para hadirin: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, mengapa kamu tidak meminta pada ayahandaku supaya memaafkan aku saja?"
Kemudian salah seorang sahabat pun menghampiri Sayyidina Umar dan berkata: "Wahai Amirul Mukminin, hentikanlah pukulan atas anakmu itu dan kasihanilah dia." Sayyidina Umar dengan tegas berkata: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, apakah kamu tidak membaca ayat Allah dalam surah an-Nuur ayat 2 yang tafsirnya: "Jangan kamu dipengaruhi kasihan belas pada keduanya dalam menjalankan hukum Allah." Mendengar penjelasan Sayyidina Umar itu, sahabat Rasulullah pun diam tidak membantah, sementara itu Sayyidina Umar terus memerintah Muflih memukul sepuluh sebatan lagi. Akhirnya Abu Syahamah mengangkat kepala dan mengucapkan salam dengan suara yang sangat kuat sebagai salam perpisahan yang tidak akan berjumpa lagi sehingga hari kiamat.
Kemudian berkata Sayyidina Umar: "Wahai Muflih, pukullah lagi sebagai menunaikan hak Allah." Muflih pun meneruskan pukulan untuk ke seratus kalinya.
"Wahai Muflih, cukuplah pukulanmu itu," perintah Sayyidina Umar apabila melihat anaknya tidak bergerak lagi. Setelah itu Sayyidina Umar mengisytiharkan: "Wahai sekalian umat Islam, bahawasanya anakku Abu Syahamah telah pergi menemui Allah." Mendengar pengumuman itu ramailah umat Islam datang ke masjid sehingga masjid menjadi sesak. Ada di antara mereka sedih dan terharu, malah ramai yang menangis melihat peristiwa tersebut.
Menurut sumber lain, daripada Kitab Sirah Umar bin al-Khattab al-Khalifatul Rasyid umumnya masyarakat berpendapat kematian Abu Syahamah adalah disebabkan oleh pukulan rotan ayahnya sendiri Sayyidina Umar Radhiallah 'Anhu. Setelah selesai jenazah Abu Syahamah dikebumikan, pada malamnya Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhuma bermimpi bertemu dengan Rasulullah Sallalllahu 'Alaihi Wasallam yang wajah baginda seperti bulan purnama, berpakaian putih dan Abu Syahamah duduk di hadapan baginda dengan berpakaian hijau.
Setelah itu Rasululah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: "Wahai anak bapa saudaraku, sampaikan salamku pada Umar dan beritahu kerpadanya bahawa Allah telah membalas setiap kebajikannya kerana tidak menyepelekan hak Allah dan suatu kebahagiaan baginya sebab Allah telah menyediakan baginya beberapa mahligai dan beberapa bilik di dalam Jannatun Na'im. Bahawa sesungguhnya Abu Syahamah telah sampai pada tingkatan orang-orang yang benar di sisi Allah Yang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar