Kehancuran Bangsa Biadab Yahudi Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih
Wahai putera-putera kera dan babi …
Para pembunuh Rasul Allah dan para Nabi … Dirikanlah terus dan
bangunlah kehancuranmu di tanah Muqaddas. Kau jemput kebinasaanmu
dengan hujaman lemparan batu cadas. Tinggikanlah bangunanmu sesuka
hatimu. Sesungguhnya kehancuranmu akan menimpamu. Tidak lama lagi
waktumu akan tiba untuk merana. Dan ketetapan Allah pastilah terlaksana
Untuk saudara-saudaraku yang
terbakar oleh kemarahan karena Allah. Melihat saudara-saudara muslimin
yang dibantai di bumi Allah oleh bangsa keturunan kera dan babi yang
dilaknat oleh Allah. Bersabarlah ... karena sesungguhnya kemenangan itu
ada di tangan Allah yang akan diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang
berjuang di jalan Allah
Nubuwat al-Qur’an tentang kebinasaan Bangsa Yahudi
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin yang dimuliakan Allah …
Berbesar hatilah, karena Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا فَإِذَا
جَاء وَعْدُ أُولاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَّنَا أُوْلِي
بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُواْ خِلاَلَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا
مَّفْعُولاً ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا إِنْ
أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا
جَاء وَعْدُ الآخِرَةِ لِيَسُوؤُواْ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُواْ
الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا
عَلَوْاْ تَتْبِيرًا عَسَى رَبُّكُمْ أَن يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدتُّمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا
“Dan Telah kami tetapkan terhadap
Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan
di muka bumi Ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan
kesombongan yang besar”. Maka apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, kami datangkan kepadamu
hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka
merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti
terlaksana. Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan
mereka kembali dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak
dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik
(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat
jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain)
untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid,
sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan
Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu
kembali kepada (kedurhakaan) niscaya kami kembali (mengazabmu) dan kami
jadikan Neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.” (
QS al-Israa’ 17:4-8)
Berkata Syaikhuna Salim bin ‘Ied al-Hilaly Hafizhahullahu wa Nafa’allahu bihi mengenai ayat ini :
Pertama : Ayat ini menegaskan
terjadinya dua kerusakan yang dilakukan oleh Bani Israil. Sekiranya dua
kerusakan yang dimaksud sudah terjadi pada masa lampau, maka sejarah
telah mencatat bahwa Bani Israil telah berbuat kerusakan berkali-kali,
bukan hanya dua kali saja. Akan tetapi yang dimaksudkan di dalam
Al-Qur’an ini merupakan puncak kerusakan yang mereka lakukan. Oleh
karena itulah Allah mengirim kepada mereka hamba-hamba-Nya yang akan
menimpakan azab yang sangat pedih kepada mereka.
Kedua : Dalam sejarah tidak
disebutkan kemenangan kembali Bani Israil atas orang-orang yang
menguasai mereka terdahulu. Sedangkan ayat di atas menjelaskan bahwa
Bani Israil akan mendapatkan giliran mengalahkan musuh-musuh yang telah
menimpakan azab saat mereka berbuat kerusakan yang pertama. Allah
mengatakan : “Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan
mereka kembali.”
Ketiga : Sekiranya yang
dimaksudkan dengan dua kerusakan itu adalah sesuatu yang telah terjadi,
tentulah tidak akan diberitakan dengan lafazh idza, sebab lafazh tersebut mengandung makna zharfiyah (keterangan waktu) dan syarthiyah
(syarat) untuk masa mendatang, bukan masa yang telah lalu. Sekiranya
kedua kerusakan itu terjadi di masa lampau, tentulah lafazh yang
digunakan adalah lamma bukan idza. Juga kata latufsidunna (Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan), huruf laam dan nuun berfungsi sebagai ta’kid (penegasan) pada masa mendatang.
Keempat : Demikian pula firman Allah : “dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana”
menunjukkan sesuatu yang terjadi pada masa mendatang. Sebab tidaklah
disebut janji kecuali untuk sesuatu yang belum terlaksana.
Kelima : Para penguasa dan
bangsa-bangsa yang menaklukan Bani Israil dahulu adalah orang-orang
kafir dan penyembah berhala. Namun bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan dalam ayat di atas : “Kami datangkan kepadamu hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar”.
Sifat tersebut mengisyaratkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang
beriman, bukan orang-orang musyrik atau penyembah berhala. Pernyertaan
kata “Kami” dalam kalimat di atas sebagai bentuk tasyrif (penghormatan). Sementara kehormatan dan kemuliaan itu hanyalah milik orang-orang yang beriman.
Keenam : Dalam aksi
pengerusakan kedua yang dilakukan oleh Bani Israil terdapat aksi
penghancuran bangunan-bangunan yang menjulang tinggi (gedung pencakar
langit). Sejarah tidak menyebutkan bahwa pada zaman dahulu Bani Israil
memiliki bangunan-bangunan tersebut.
Kesimpulan : Hakikat dan
analisa ayat-ayat di atas menegaskan bahwa dua aksi pengerusakan yang
dilakukan oleh Bani Israil akan terjadi setelah turunnya surat al-Israa’
di atas.
Realita : Sekarang ini bangsa
Yahudi memiliki daulah di Baitul Maqdis. Mereka banyak berbuat kerusakan
di muka bumi. Mereka membunuhi kaum wanita, orang tua, anak-anak yang
tidak mampu apa-apa dan tidak dapat melarikan diri. Mereka membakar
tempat isra’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan merobek-robek kitabullah. Mereka melakukan kejahatan di mana-mana hingga mencapai puncaknya.
Mereka menyebarkan kenistaan,
kemaksiatan, kehinaan, pertumpahan darah, pelecehan kehormatan kaum
muslimin, penyiksaan dan pelanggaran perjanjian.
Jadi, aksi pengerusakan yang kedua
sedang berlangsung sekarang dan telah mencapai titik klimaks dan telah
mencapai puncaknya. Sebab tidak ada lagi aksi pengerusakan yang lebih
keji daripada yang berlangsung sekarang.
Adakah aksi yang lebih keji daripada membakar rumah Allah?
Adakah aksi pengerusakan yang lebih jahat daripada merobek-robek kitabullah dan menginjak-injaknya?
Adakah aksi pengerusakan yang lebih
sadis daripada membunuhi anak-anak, orang tua dan kaum wanita serta
mematahkan tulang mereka dengan bebatuan?
Adakah aksi pengerusakan yang lebih
besar daripada pernyataan perang secara terang-terangan siang dan malam
melawan Islam dan para juru dakwahnya?
Sungguh demi Allah, itu semua merupakan aksi pengerusakan yang tiada tara!!!
Lalu Allah Azza wa Jalla melanjutkan firman-Nya : “dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.
Artinya, hamba-hamba Allah kelak akan
meruntuhkan apa saja yang dibangun dan dikuasai oleh bangsa Yahudi.
Mereka akan menggoyang benteng Yahudi dan meluluhlantakkan serta
meratakannya dengan tanah. Sebelumnya, tidak pernah disaksikan
bangunan-bangunan menjulang tinggi di tanah Palestina kecuali pada masa
kekuasaan Zionis sekarang ini. Gedung-gedung pencakar langit dan
rumah-rumah pemukiman dibangun di setiap jengkal tanah Palestina yang
diberkahi.
Kami katakan kepada mereka : Dirikanlah
terus wahai anak keturunan Zionis, tinggikan bangunan sesukamu!
Sesungguhnya kehancuran kalian di situ dengan izin Allah.
Dan tak lama lagi kalian akan luluhlantak dan tertimpa bangunan kalian itu! Dan Allah takkan memungkiri janjinya : “dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana”.
Penguasaan Masjidil Aqsha tidak disebutkan pada kali yang pertama dan disebutkan pada kali yang kedua.
Sebab penguasaan Masjidil Aqsha oleh
kaum muslimin akan berakhir. Kalaulah belum berakhir berarti penguasaan
yang kedua merupakan lanjutan dari yang pertama. Akan tetapi berhubung
penguasaan Masjidil Aqsha yang pertama akan berakhir, maka penguasaan
untuk yang kedua kalinya merupakan peristiwa baru.
Dan itulah realita yang terjadi!
Penguasaan pertama telah berakhir sesudah bangsa Yahudi menguasai
al-Quds serta beberapa wilayah tanah Palestina lainnya dalam satu
serangan yang sangat sporadis pada tahun 1967, orang-orang menyebutnya
tahun kekalahan. Sebelumnya pada tahun 1948 mereka sebut dengan tahun
kemalangan.
Penguasaan yang pertama berakhir
disebutkan karena adanya faktor penghalang yang menghalangi kaum
muslimin untuk menguasainya. Penghalang itu merupakan musuh bagi Islam
dan kaum muslimin. Dan cukuplah Yahudi sebagai musuh bebuyutan yang
sangat menentang Islam, kaum muslimin dan para pembela Islam.
Maka kita harus membebaskan tanah kita
yang dirampas dan membuat perhitungan dengan mereka serta menyalakan api
kebencian terhadap mereka!!! Sudah tergambar pada wajah mereka
tanda-tanda kemalangan dan kehinaan.
Kaum muslimin akan kembali menguasai
Masjidil Aqsha –insya Allah- sebagaimana kaum salafus shalih
menguasainya pertama kali. Sebab kehancuran kedua yang telah dijanjikan
oleh Allah dalam firman-Nya : “dan apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk
menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama”.
Kita sedang menanti peristiwa itu sebagai kebenaran janji Allah dan kebenaran berita-berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Pada hari itu kaum muslimin bergembira dengan pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.[2]
Nubuwat as-Sunnah ash-Shahihah tentang Kebinasaan Bangsa Yahudi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mengabarkan bahwa kaum muslimin akan berperang melawan bangsa Yahudi, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Tidak akan tiba hari kiamat sehingga
kaum muslimin berperang melawan Yahudi. Sampai-sampai apabila orang
Yahudi bersembunyi di balik pepohonan atau bebatuan, maka pohon dan batu
itu akan berseru, ‘wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi
ada bersembunyi di balikku, kemarilah dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon
Ghorqod, karena ia adalah pohon Yahudi.” (Muttafaq ‘alaihi dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Diriwayatkan oleh Syaikhaini (Bukhari dan Muslim) dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda : “Kalian benar-benar akan membunuhi kaum Yahudi,
sampai-sampai mereka bersembunyi di balik batu, maka batu itupun
berkata, ‘wahai hamba Allah, ini ada Yahudi di belakangku, bunuhlah
dia!’.”
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa :
Pertama : Akan datang masa
sebelum datangnya hari kiamat bahwa kaum muslimin dan bangsa Yahudi akan
mengalami peperangan besar dan ini adalah suatu hal yang pasti akan
terjadi.
Kedua : Bangsa Yahudi akan
dibantai oleh kaum muslimin, dan hal ini terjadinya di bumi Palestina,
dan saat itu seluruh pepohonan dan bebatuan yang dijadikan tempat
persembunyian bangsa Yahudi akan berseru memanggil kaum muslimin untuk
membunuh mereka, kecuali pohon Ghorqod.
Ketiga : Hal ini menunjukkan
bahwa kemenangan berada di tangan Islam dan kehinaan akan meliputi
bangsa Yahudi yang terlaknat dan terkutuk.
Keempat : Berkaitan dengan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas, dimana Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda “latuqootilunna” (Kalian benar-benar akan membunuhi kaum Yahudi) yang disertai dengan lam dan nun sebagai ta’kid (penegasan) akan kepastian hal ini. Khithab (seruan) Nabi ini adalah kepada para sahabat, hal ini menunjukkan secara sharih
bahwa masa depan adalah milik Islam saja –biidznillahi-, namun haruslah
dengan metode para sahabat Nabi dan kaum salaf yang shalih.
Kelima : Berkaitan dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda tentang seruan batu dan pohon : “Wahai muslim, wahai hamba Allah…”
yang menunjukkan manhaj tarbawi (pendidikan) ishlahi (pembenahan) yang
ditegakkan di atas manifestasi tauhid dan al-‘Ubudiyah (penghambaan)
yang merupakan cara di dalam menegakkan syariat Islam di muka bumi dan
melanggengkan kehidupan Islami berdasarkan manhaj nabawi.[3]
Tha`ifah al-Manshurah adalah Pembebas Negeri Syam al-Muqoddasah
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberkahi negeri Syam di dalam kitab-Nya al-Majid (yang terpuji) di dalam 5 ayat, sebagai berikut :
“Dan kami selamatkan Ibrahim dan
Luth ke sebuah negeri yang kami Telah memberkahinya untuk sekalian
manusia.” (QS al-Anbiyaa’ 21:71)
“Dan (telah kami tundukkan) untuk
Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan
perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya, dan adalah Kami
Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS al-Anbiyaa’ 21:81)
“Dan kami pusakakan kepada kaum yang
telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian
baratnya yang telah Kami beri berkah padanya, dan telah sempurnalah
perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan
kesabaran mereka, dan kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan
kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” ( QS al-A’raaf 7:137)
“Dan kami jadikan antara mereka dan
antara negeri-negeri yang kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa
negeri yang berdekatan dan kami tetapkan antara negeri-negeri itu
(jarak-jarak) perjalanan, berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam
hari dan siang hari dengan dengan aman.” (QS Sabaa` 34:18)
“Maha Suci Allah, yang Telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.” ( QS al-Israa`
17:1)
Seluruh ayat di atas menunjukkan akan
keutamaan dan keberkahan negeri Syam, tidak diketahui adanya
perselisihan para ulama tafsir tentangnya. Negeri Syam adalah negeri
yang memiliki fadhilah (keutamaan) dibandingkan negeri-negeri lainnya.
Di negeri inilah risalah-risalah
kenabian banyak diturunkan, para rasul banyak diutus dan menjadi tempat
hijrah para Nabi Allah. Di dalamnya terdapat kiblat pertama kaum
muslimin, di-isra`kannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Di
dalamnya Dajjal akan binasa di tangan al-Masih ‘alaihi Salam, demikian
pula Ya’juj dan Ma’juj serta bangsa Yahudi akan binasa.
Namun negeri ini kini terampas dan
terjajah, dirampas dan dijajah oleh bangsa terburuk di muka bumi ini.
Namun penjajahan mereka atas bumi Palestina dan Syam adalah penggalian
kuburan bagi mereka sendiri. Karena Nabi yang mulia telah memilih negeri
ini sebagai bangkitnya ath-Tha`ifah al-Manshurah (golongan yang
mendapat pertolongan) yang akan membinasakan bangsa Yahudi dan
membebaskan negeri Syam dari kekuasaan mereka serta menegakkan Islam
sebagai agama yang haq.
Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjelaskannya yang diuraikan oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali :
Pertama : Hadits ‘Imran bin
Hushain radhiyallahu ‘anhu : “Akan senantiasa ada segolongan dari
umatku, yang berperang di atas kebenaran, yang menampakkan (kebenaran)
terhadap orang-orang yang mencela mereka, hingga terbunuhnya orang yang
terakhir dari mereka, yaitu al-Masih ad-Dajjal.” (HR Abu Dawud : 2484;
Ahmad : IV/329 dan IV/343; ad-Daulabi dalam al-Kuna : II/8; al-Lalika`i
dalam Syarh I’tiqod ‘Ushulis Sunnah no. 169; dan al-Hakim : IV/450; dari
jalan Hammad bin Salamah, meriwayatkan dari Qotadah, dari Mutharif).
Al-Hakim berkata : “Shahih menurut
syarat Muslim” dan Imam adz-Dzahabi menyepakatinya. Syaikh Salim berkata
: “Hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hakim”.
Dan menyertai (tabi’) riwayat ini adalah
riwayat dari Abul ‘Alaa` bin asy-Syakhir dari saudaranya Mutharif,
dikeluarkan oleh Ahmad (IV/434), dan Syaikh Salim berkomentar :
“isnadnya shahih menurut syarat imam yang enam.”
Kedua : Hadits Salamah bin
Nufail radhiyallahu ‘anhu : “Saat ini akan tiba masa berperang, akan
senantiasa ada segolongan dari umatku yang menampakkan (kebenaran) di
hadapan manusia, Allah mengangkat hati-hati suatu kaum, mereka akan
memeranginya dan Allah Azza wa Jalla menganugerahkan kepada
mereka (kemenangan), dan mereka tetap dalam keadaan demikian, ketahuilah
bahwa pusat negeri kaum mukminin itu berada di Syam, dan ikatan tali
itu tertambat di punuk kebaikan hingga datangnya hari kiamat.” (HR Ahmad
: IV/104; an-Nasa`i : VI/214-215; Ibnu Hibban : 1617-Mawarid; al-Bazzar
dalam Kasyful Astaar : 1419; dari jalan al-Walid bin Abdurrahman
al-Jarsyi dari Jabir bin Nufair.)
Syaikh Salim berkata : “Dan isnad ini shahih menurut syarat Muslim.”
Ketiga : Hadits Qurrah
radhiyallahu ‘anhu : “Apabila penduduk negeri Syam telah rusak, maka
tidak ada lagi kebaikan bagi kalian. Akan senantiasa ada segolongan dari
umatku yang mendapatkan pertolongan, tidaklah membahayakan mereka
orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya hari kiamat.” (HR
at-Tirmidzi : 2192; Ahmad : V/34; al-Lalika`i : 172; Ibnu Hibban : 61;
al-Hakim di dalam Ma’rifatu ‘Ulumul Hadits hal. 2; dari jalan Syu’bah
bin Mu’awiyah bin Qurrah, dari ayahnya secara marfu’)
Imam at-Tirmidzi berkata : “hadits hasan
shahih.” Syaikh Salim berkomentar : “Hadits ini shahih menurut syarat
Syaikhaini (Bukhari dan Muslim).”
Keempat : Hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu ‘anhu yang memiliki dua lafazh yang berbeda, yaitu :
Pertama : Beliau berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
: “Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang menampakkan (diri)
di atas kebenaran, yang senantiasa perkasa hingga hari kiamat.” (HR
al-Lalika`i di dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah :
170).
Kedua : Beliau berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
: “Akan senantiasa penduduk Maghrib (barat) menampakkan kebenaran
hingga datangnya hari kiamat.” (HR Muslim : XIII/68-Nawawi; Abu Nu’aim
di dalam al-Hilyah : III/95-96; as-Sahmi di dalam Tarikh Jurjaan : 467;
dan selainnya dari jalan Abu Utsman al-Hindi)
Syaikh Salim berkomentar : “Iya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
telah menjelaskan negeri al-Firqah an-Najiyah dengan penjelasan yang
terang yang tidak ada lagi keraguan padanya, dan beliau mengabarkan
bahwa negeri itu adalah Syam yang diberkahi dan penuh kebaikan.”
Dan penjelasan Syaikh Salim al-Hilali di sini ditopang oleh penjelasan berikut :
Hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhu yang diriwayatkan oleh ‘Umair dari Malik bin Yakhomir, Mu’adz
berkata : “Dan mereka ini (ath-Tha`ifah al-Manshurah) berada di Syam.”
Dan ucapan ini dihukumi marfu’ karena tidaklah diucapkan dengan ra’yu
(pendapat) dan ijtihad.
Hadits Sa’ad di atas : “Akan senantiasa
penduduk Maghrib (barat) menampakkan kebenaran hingga datangnya hari
kiamat.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menukil dalam
kitabnya Manaqib asy-Syam wa Ahluhu (hal. 72-77) ucapan Imam Ahmad bin
Hanbal : “Penduduk Maghrib, mereka adalah penduduk Syam.
Syaikh Salim mengomentari : “Saya sepakat dengan dua alasan :
Pertama adalah, bahwa seluruh hadits-hadits di atas menjelaskan bahwa mereka adalah penduduk Syam.
Kedua, bahasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam
dan penduduk Madinah tentang “penduduk Maghrib (barat)” maksudnya
adalah penduduk Syam, karena mereka (penduduk Maghrib) berada di barat
mereka (Rasulullah dan para sahabatnya), sebagaimana bahasa mereka
tentang “penduduk Masyriq (timur)” adalah penduduk Nejed dan Irak.
Karena Maghrib (barat) dan Masyriq (timur) adalah perkara yang nisbi
(relatif).
Seluruh negeri yang memiliki barat maka
bisa jadi merupakan bagian timur bagi negeri lainnya dan sebaliknya. Dan
yang menjadi pertimbangan di dalam ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam ini tentang barat dan timur adalah tempat beliau mengucapkan hadits ini, yaitu Madinah.”
Kesimpulan : Negeri Syam adalah
negeri ath-Tha`ifah al-Manshurah yang akan menampakkan kebenaran,
tidaklah akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi dan
mencela mereka, mereka akan mendapatkan kemenangan dari Allah dan mereka
tetap dalam keadaan demikian sampai datangnya hari kiamat. Ath-Tha’ifah
al-Manshurah inilah yang akan memenangkan Islam dan membebaskan negeri
Syam dari belenggu penjajahan bangsa Yahudi yang terlaknat, dan
merekalah yang akan membinasakan bangsa Yahudi terlaknat ini.[4]
Seruan Al-‘Allamah Ibnu Baz rahimahullahu wa Qoddasallahu Ruuhahu Kepada Kaum Muslimin Tentang Permusuhan Yahudi
Peperangan Islam
Wahai kaum muslimin di segala penjuru dunia … wahai orang-orang Arab di seluruh tempat … wahai para pemimpin dan penguasa …
Sesungguhnya peperangan yang terjadi
antara bangsa Arab dan Yahudi bukanlah peperangan ‘Arabiyah belaka,
perhatikanlah! Namun ia merupakan peperangan Islamiyah ‘Arabiyah,
peperangan antara kekufuran dan keimanan, antara al-haq dan bathil dan
antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi. Permusuhan Yahudi terhadap
kaum muslimin di tanah air dan pusat negeri mereka adalah suatu hal yang
telah ma’lum (ketahui) dan masyhur. Maka wajib bagi setiap muslim di
setiap tempat untuk menolong saudara-saudara mereka yang teraniaya,
berdiri di atas barisan mereka dan membantu mereka di dalam
mengembalikan hak mereka yang terampas dari kaum yang menganiaya dan
menzhalimi mereka, dengan segala kemampuan yang dimiliki : dari jiwa,
kehormatan, peralatan dan harta benda.
Semuanya menurut kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla
: “jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan)
agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang
telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka”[5] dan firman-Nya :
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada Hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan
oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar
(agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk.”[6]
Sikap Yahudi di dalam memusuhi Islam dan
Nabinya Islam adalah suatu hal yang ma’lum dan masyhur. Sejarah telah
mencatatnya dan para perawi berita sejarah saling menukilkannya.
Bahkan, Kitab teragung dan terbenar
menjadi saksi atasnya, yaitu Kitabullah yang tidak ada padanya kebatilan
di tengah-tengahnya dan tidak pula di belakangnya, yang diturunkan oleh
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya
terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik.”[7]. Allah Azza wa Jalla menegaskan di
dalam ayat yang mulia ini bahwa Yahudi dan orang-orang musyrik itu
adalah kaum yang paling keras permusuhannya terhadap kaum mukminin …
Kewajiban Bersegera Untuk Berperang Di Jalan Allah
Wahai sekalian kaum muslimin dari bangsa
Arab dan selainnya … bersegeralah kalian untuk memerangi musuh-musuh
Allah dari bangsa Yahudi, dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta
dan jiwa kalian, yang demikian ini adalah lebih baik jika kalian
mengetahui.
Bersegeralah kalian untuk menjumpai
surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang dipersiapkan bagi
muttaqin (orang-orang yang bertakwa), mujahidin dan shabirin
(orang-orang yang sabar).
Ikhlaskanlah niat hanya untuk Allah, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaran kalian serta bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla niscaya kalian akan memperoleh kemenangan yang besar atau syahid di jalan kebenaran dalam rangka menumpas kebatilan.
Ingatlah selalu dengan apa yang diturunkan Rabb kalian Subhanahu wa Ta’ala
di dalam kitab-Nya yang mubin (jelas) tentang keutamaan mujahidin dan
janji Allah atas mereka berupa derajat yang tinggi dan tempat yang penuh
kenikmatan (surga).
Allah Ta’ala berfirman : “Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman
kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam Jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di
dalam Jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.
Dan (ada lagi) karunia yang lain yang
kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat
(waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
beriman.”[8].
Dan firman-Nya Ta’ala : “Berangkatlah
kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu
dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.”[9].
Dan firman-Nya Ta’ala : “Apakah
(orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan Haji dan
mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka
tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang zhalim.
Orang-orang yang beriman dan berhijrah
serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka,
adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan
memberikan rahmat dari padaNnya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh
didalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”[10].
Berharap Untuk Berangkat Berjihad
Wahai para mujahidin! Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menjelaskan di dalam ayat ini keutamaan jihad dan akibatnya yang
terpuji bagi orang-orang yang beriman. Yaitu berupa pertolongan dan
kemenangan yang dekat -di dunia- beserta surga dan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kedudukan yang tinggi di akhirat.
Ayat yang kedua yaitu yang berbunyi :
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat”
menunjukkan akan kewajiban berangkat untuk berjihad bagi para pemuda dan
orang tua apabila diseru, dalam rangka meninggikan kalimat Allah dan
melindungi negeri kaum muslimin serta melawan musuh-musuh mereka.
Terlebih lagi apa yang dihasilkan jihad bagi kaum muslimin berupa Izzah,
kemuliaan, kebaikan, keagungan, ganjaran yang besar dan tingginya
kalimat Allah serta terpeliharanya keadaan umat, agama dan keamanannya.
Telah datang penjelasan di dalam
al-Qur’an al-Karim ayat-ayat yang mulia tentang keutamaan jihad dan
dorongan untuk berjihad, dan janji kemenangan bagi orang-orang mukmin
dan kehancuran kaum kafir, yang memenuhi hati seorang mukmin dengan
semangat, kekuatan, obsesi dan kejujuran untuk turun di medan jihad,
keberanian di dalam menyokong al-haq untuk memenuhi janji Allah, dan
keimanan akan pertolongan-Nya, serta harapan akan ganjaran di antara dua
kebaikan, yaitu kemenangan dan ghanimah (harta rampasan perang) atau
syahid di jalan kebenaran, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla
: “Katakanlah: “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali
salah satu dari dua kebaikan, dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa
Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. sebab
itu tunggulah, Sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.”[11] dan
firman-Nya Azza wa Jalla : “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”[12].
Allah Azza wa Jalla juga berfirman: “Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”[13] dan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala
: “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu)
orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.”[14] dan firman-Nya
Ta’ala : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi
teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu, mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu.
Telah nyata kebencian dari mulut mereka,
dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.
Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya”[15] sampai dengan firman-Nya : “Jika kamu memperoleh
kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa,
niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka
kerjakan”[16].
Di dalam ayat-ayat ini terdapat at-tashrih (penjelasan yang terang) dari Allah Azza wa Jalla
akan janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya berupa pertolongan dari
musuh-musuh mereka dan keselamatan dari tipu daya mereka walau sebesar
apapun kekuatan mereka dan sebanyak apapun jumlah mereka. Karena
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla lebih kuat dari segala
kekuatan yang ada dan lebih mengetahui akan akibat dari segala urusan
dan Dia berkemampuan atasnya serta Ia Maha Mengetahui seluruh amal-amal
mereka.
Akan tetapi Allah Azza wa Jalla
mensyaratkan janji-Nya ini dengan syarat yang besar, yaitu keharusan
beriman kepada-Nya, menolong agama-Nya dan beristiqamah di atasnya
dengan kesabaran dan kekuatan di dalam bersabar. Barangsiapa yang
melaksanakan syarat ini niscaya Allah akan memenuhi janji-Nya kepada
mereka dan Dia adalah jujur di dalam janji-Nya : “Allah Telah berjanji
dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya.”[17].
Dan barangsiapa yang meremehkan syarat ini, atau tidak mau mengangkat
kepalanya (untuk memenuhi syarat ini), maka dia tidaklah menghinakan
melainkan dirinya sendiri.
Maka sepatutnyalah bagimu wahai mukmin yang mujahid, untuk banyak-banyak mentadabburi firman Allah Azza wa Jalla
: “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun
tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu”[18], karena sesungguhnya di
dalam ayat ini –demi Allah- terdapat suatu kalimat yang agung dan janji
yang benar dari Yang Maha Merajai, Maha Berkehendak dan Maha Mulia
apabila engkau bersabar di dalam memerangi musuhmu dan berjihad untuk
menghinakan mereka dengan tetap menegakkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu dengan mengagungkan-Nya Subhanahu wa Ta’ala,
mengikhlaskan (semua amal) hanya untuk-Nya, menta’ati-Nya dan Rasul-Nya
serta berhati-hati dari hal-hal yang dilarang-Nya dan Rasul-Nya, maka
inilah hakikat takwa. Dan bersabar di dalam jihad an-Nafsi (melawan hawa
nafsu) dan terus bersabar di dalam jihad terhadap musuh-musuh (Allah)
adalah merupakan bagian dari takwa itu sendiri …
Keutamaan Para Mujahidin di Sisi Allah
Bertakwalah kalian kepada Allah wahai
sekalian kaum muslimin dan mujahidin di medan pertempuran dan di mana
saja kalian berada … bersabarlah dan kuatkan kesabaran kalian di dalam
jihad terhadap jiwa kalian di dalam ketaatan kepada Allah dan menahan
diri dari apa yang diharamkan Allah, dan jihad terhadap jiwa kalian di
dalam memerangi musuh dan menyerang sekutu-sekutu mereka, dan
bersabarlah di dalam mengemban kesulitan-kesulitan di tengah medan
pertempuran dengan ketenangan di bawah kelebatan pesawat-pesawat tempur
dan suara-suara yang memekikkan, dan ingatlah bahwa para salaf kalian
yang shalih dari kalangan para Nabi dan Rasul serta para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam –semoga Allah meridhai
mereka semua- serta siapa saja dari para pengikut mereka dari mujahidin
yang jujur, pada mereka ada tauladan untuk kalian, dan pada mereka
terdapat pelajaran dan ‘ibrah.
Mereka sungguh telah banyak bersabar dan
berjihad dalam waktu yang panjang, maka Allah membukakan atas mereka
negeri-negeri dan memberi petunjuk kepada hamba-hamba Allah melalui
perantaraan mereka, Allah kokohkan mereka di atas bumi dan Allah
anugerahkan kepada mereka kekuasaan dan kepemimpinan dikarenakan
keimanan mereka yang agung, keikhlasan mereka kepada pelindung mereka
Yang Maha Mulia, kesabaran mereka di dalam medan pertempuran dan mereka
lebih mendahulukan Allah dan negeri akhirat ketimbang dunia dan segala
perhiasannya yang menipu.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla
di dalam Kitab-Nya yang mulia : “Sesungguhnya Allah Telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”[19] dan firman-nya
Jalla Sya’nuhu : “Dan kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika
mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.”[20].
Dan telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bahwasanya beliau bersabda : “Ribath (berjaga-jaga di perbatasan
perang) sehari di jalan Allah itu lebih mulia daripada dunia dan
seisinya, suatu tempat bagian salah seorang diantara kalian di surga itu
lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan perginya seorang hamba di
sore atau pagi hari di jalan Allah itu lebih baik daripada dunia dan
seisinya.”
Dan telah shahih pula dari beliau bahwasanya beliau ditanya : “Amal apakah yang paling utama?”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab : “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa wahai Rasulullah?”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab : “Jihad di jalan Allah.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda : “Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah –dan Allah-lah
yang lebih tahu siapakah yang berjihad di jalan-Nya- adalah sebagaimana
orang yang berpuasa dengan berdiri, dan Allah menanggung bagi seorang
mujahid di jalan-Nya apabila Ia mewafatkannya maka Ia masukkan dirinya
ke dalam surga atau Ia kembalikan ia dalam keadaan selamat dengan pahala
dan harta rampasan perang.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda : “Barangsiapa yang mati dan tidak pernah berperang ataupun
terbetik di dalam dirinya untuk berperang, maka ia mati di atas cabang
kemunafikan.”
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam amalan apakah yang sepadan dengan keutamaan jihad, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda kepada penanya tadi : “Apakah engkau sanggup apabila seorang
mujahid keluar kemudian berpuasa tidak berbuka dan berdiri terus tanpa
lelah.” Penanya itu berkata : “Siapakah gerangan yang sanggup melakukan
hal itu wahai Rasulullah?”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab : “Adapun seandainya engkau pun mampu melaksanakannya, tetaplah tidak mencapai keutamaan mujahidin.”
Iman, Kewaspadaan dan I’dad (Persiapan) Kekuatan yang Disanggupi
Bertakwalah kalian wahai sekalian kaum
muslimin, dan jujurlah di dalam berjihad melawan musuh-musuh Allah dan
musuh kalian dari bangsa Yahudi dan sekutu-sekutu mereka. Introspeksilah
diri kalian dan bertaubatlah kepada Rabb kalian atas segala hal yang
menyelisihi dien Islam dari mabda’ (prinsip), aqidah dan perbuatan.
Berbuat jujurlah ketika di medan
pertempuran, dan dahulukanlah Allah dan negeri akhirat. Dan ketahuilah
bahwa pertolongan yang nyata dan akibat yang terpuji bukanlah hanya
untuk bangsa Arab saja tanpa orang ‘ajam (non Arab), ataupun untuk
bangsa ‘ajam saja bukan untuk orang Arab. Juga bukan pula untuk bangsa
berkulit putih saja tanpa bangsa kulit hitam dan sebaliknya.
Akan tetapi, pertolongan itu dengan izin
Allah adalah milik orang-orang yang bertakwa kepada-Nya dan mengikuti
petunjuk-Nya, milik orang yang berjihad melawan nafsunya di jalan Allah
dan orang yang melawan musuh-Nya dengan kekuatan yang disanggupinya.
Sebagaimana Pelindung (Maula) mereka memerintahkan hal ini di dalam firman-Nya Azza wa Jalla :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi”[21] dan firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, bersiap
siagalah kamu”[22] serta Dia Azza wa Jalla menyeru Rasul yang
terpercaya ‘alaihi Afdhalu as-Shalati was Salam : “Dan apabila kamu
berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila
mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat),
maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)
dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap
senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika
kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang
sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah menyediakan azab
yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu”[23].
Renungkanlah wahai saudaraku, perintah
Allah kepada hamba-Nya ini untuk bersiap-siap melawan musuh mereka
dengan apa saja yang mereka sanggupi dari kekuatan, kemudian renungkan
pula perintah-Nya kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam
dan kaum mukminin tatkala peperangan melawan musuh berkecamuk dan dekat
dengan mereka, supaya mereka tetap menegakkan shalat dan menyandang
senjata.
Dan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengulang perintahnya untuk memanggul senjata dan tetap waspada supaya
musuh mereka tidak menyerang mereka tatkala mereka sedang shalat, agar
engkau tahu dengan demikian ini bahwa wajib bagi mujahidin -baik
pimpinan maupun prajurit- untuk tetap menaruh perhatian terhadap musuh
dan supaya waspada dari kejahatan mereka. Juga supaya mereka
bersiap-siap dengan kekuatan apa saja yang mereka sanggupi, dan tetap
menegakkan shalat dan menjaganya dengan tetap bersiap siaga di saat
sedang melaksanakannya (shalat) tatkala perang berkecamuk dan ketika
diperlukan.
Di dalam hal ini, tercakup antara sebab hissiyah (inderawi/materi) dan ma’nawiyah
(spiritual), dan ini merupakan kewajiban bagi mujahidin di setiap zaman
untuk bersifat dengan akhlak imaniyah, dan beristiqamah di dalam
ketaatan kepada Rabb mereka serta meyakini bahwasanya pertolongan berada
di tangan-Nya bukan pada selainnya.
Dan ini merupakan sebab yang pertama,
asas yang kokoh, pokok yang agung, poros berputarnya pertolongan dan
asasnya keberhasilan dan kemenangan.
Dan ini merupakan sebab ma’nawi yang
Allah mengkhususkan bagi hamba-hamba-Nya yang mukminin yang Allah
bedakan dari lainnya serta Allah janjikan dengan pertolongan apabila
mereka menegakkannya bersama dengan sebab kedua (sebab materi, pent.)
sebatas kemampuannya, yaitu persiapan (i’dad) mereka di dalam melawan
musuh mereka dengan apa yang mereka sanggupi dari kekuatan dan inayah
yang berkaitan dengan peperangan. Dan juga bersabar dan tetap di dalam
kesabaran di medan peperangan dengan senantiasa waspada akan tipu daya
musuh.
Dengan dua perkara ini (sebab ma’nawi dan hissi/materi, pent.) maka akan terwujudlah pertolongan dari Rabb mereka Azza wa Jalla sebagai keutamaan, kemuliaan, rahmat dan kebaikan dari-Nya serta pemenuhan janji-Nya dan pertolongan terhadap kelompok-Nya.
Sebagaimana firman-Nya Azza wa Jalla
: “dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” dan
firman-Nya: “jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka
sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah
mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”.
Menang Atau Syahid
Wahai mujahid! Engkau sesungguhnya
sedang berada di peperangan yang dahsyat bersama musuh yang memiliki
kedengkian yang luar biasa terhadap Islam dan pemeluknya.
Maka mantapkanlah dirimu di dalam
berjihad dan bersabarlah serta tetaplah di dalam kesabaran. Ikhlaskanlah
amalmu hanya untuk Allah dan mintalah pertolongan hanya kepada-Nya
semata. Dan bergembiralah dengan salah satu dari dua kebaikan apabila
engkau benar dengan hal yang demikian ini, yaitu kemenangan, ghanimah
dan akibat yang terpuji di dunia dan akhirat, atau syahid, tempat yang
penuh kenikmatan, istana yang megah, sungai-sungai yang mengalir dan
bidadari yang cantik jelita di negeri yang mulia.
Wahai bangsa Arab, janganlah kau
menyangka bahwa pertolongan atas musuhmu terkait karena keArabanmu,
namun sesungguhnya pertolongan itu terkait karena keimananmu kepada
Allah, kesabaranmu di medan pertempuran, keistiqamahanmu di dalam
kebenaran, taubatmu dari dosa-dosamu yang terdahulu dan keikhlasanmu
kepada Allah pada seluruh amal-amalmu. Maka berisitiqamahlah kamu pada
hal ini (keikhlasan) dan berpegangteguhlah dengan Islam yang shahih yang
hakikatnya adalah pengikhlasan hanya untuk Allah, istiqamah di atas
syariat-syariat-Nya dan meniti petunjuk Rasul dan Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam di dalam peperangan, perdamaian ataupun pada seluruh keadaan…[24]
Kunci Mendapatkan Pertolongan dan Kemenangan Dari Musuh Islam
Sungguh umat ini telah ditimpa
kemalangan semenjak lebih dari setengah abad yang lalu oleh bencana yang
membinasakan, dan kebanyakan sebab ditimpanya musibah ini adalah
dikarenakan lalainya kaum muslimin dari sebab-sebab bencana dan
malapetaka ini. Allah Azza wa Jalla berfirman : “Katakanlah,
(musibah) itu adalah dari diri kalian sendiri” dan firman-Nya : “Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).”
Seandainya umat kita, pemimpin dan
rakyatnya, mentadabburi Kitabullah, mengamalkan hukum-hukum dan
hikmahnya, niscaya mereka akan mampu mengambil sebab-sebab pertolongan
dari musuh-musuh mereka dan mereka akan mengetahui sunnatullah atas
makhluk-Nya yang tidak akan berubah dan berganti seiring dengan
perubahan waktu dan pergiliran zaman.
Upaya mendapatkan pertolongan dari
musuh-musuh Allah sebagaimana terdapat di dalam Kitabullah adalah banyak
sekali. Diantaranya adalah :
Pertama : Tauhid, Iman dan Amal Shalih
Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
: “Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa dia sungguh- sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. ”
Kedua : Barangsiapa yang menolong agama Allah niscaya Allah akan menolongnya
Menolong agama Allah adalah dengan cara menegakkan syariat-syariat-Nya, ittiba’ (menauladani) petunjuk Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam,
mewujudkan ubudiyah hanyalah milik Allah, menghidupkan sunnah-sunnah
Nabi dan mematikan serta menumpas bid’ah-bid’ah dengan cara amar ma’ruf
nahi munkar dan jihad melawan musuh-musuh Allah di manapun mereka
berada.
Menolong agama Allah adalah dengan
mentaati Allah dan Rasul-Nya, melaksanakan segala perintah Allah dan
Rasul-Nya dan menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”
Dan barangsiapa yang diberi pertolongan oleh Allah, maka tiada
seorangpun yang dapat mengalahkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat
mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi
pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain)
dari Allah sesudah itu?”
Ketiga : Kesabaran dan Ketakwaan merupakan sebab pertolongan dan kemenangan dari Allah
Allah telah berjanji kepada orang yang
bersabar dan bertakwa dengan pertolongan, kemantapan dan kemenangan
serta mementalkan tipu muslihat musuh-musuhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan
mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah
menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah
tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar
gembira bagi (kemenangan)mu”. Dan firman-Nya : “jika kamu bersabar dan
bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang
mereka kerjakan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda
: “Ketahuilah, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, dan
pertolongan itu bersama kesabaran, dan bersama kesulitan itu ada
kemudahan.”
Keempat : Setiap orang yang teraniaya dijanjikan pertolongan oleh Allah, apalagi jika ia seorang mukmin yang bertakwa
Dan demikianlah, bahwa kezhaliman itu
adalah kegelapan dan Allah telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Nya
dan Ia jadikan haram pula atas makhluk-Nya. Ia perintahkan untuk
menolong orang yang mazhlum (teraniaya) dan Ia jadikan do’anya mustajab
yang tidak ada antara dirinya dan diri Allah hijab (pembatas).
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang
diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan
penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti
Allah akan menolongnya.”
Telah warid (datang) juga
bahwasanya, sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat mengqishash kambing
bertanduk yang menanduk kambing tidak bertanduk.
Kelima : Para penganut agama yang haq dijanjikan dengan pertolongan Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama walaupun orang
musyrik benci”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda : “Sungguh urusan ini akan benar-benar mencapai apa yang
dicapai siang dan malam. Dan tidaklah tersisa sebuah rumahpun di desa
atau di dusun terpencil melainkan Allah masukkan agama ini ke dalamnya,
memuliakan yang mulia dan menghinakan yang hina, mulia dengan kemulian
Islam dan hina dengan kehinaan kekufuran.”
Dan janji ini termaktub di dalam
Kitabullah dan di atas lisan Rasulullah, janji Allah takkan meleset
karena Allah takkan menyelisihi janjinya.
Keenam : Perselisihan merupakan sebab kelemahan dan kehinaan
Seandainya umat ini bersatu di atas
kalimat tauhid dan mempersatukan kalimatnya, berpegang teguh dengan tali
(agama) Allah, berjihad memerangi musuh-musuhnya dalam rangka
meninggikan kalimat Allah dan menegakkan tauhid hanya semata untuk Allah
serta membatalkan kesyirikan, maka niscaya Allah pasti menolong mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar”
Ketujuh : I’dad (persiapan) menghadapi peperangan secara madiyah (materil) dan ma’nawiyah (spiritual)
Demikianlah, mengambil sebab-sebab
merupakan sunnah nabawiyah yang para nabi mensunnahkannya beserta
kejujuran dan tawakkal mereka yang amat sangat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam
menampakkan antara kedua baju zirahnya pada salah satu pertempurannya,
dan beliau saat itu memakai topi baja, dan sebagian sahabat beliau
menggunakan baju zirah yang lengkap, dan hal ini semua tidaklah
menafikan tawakal kepada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang”,
dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mentafsirkan ayat
di atas dengan sabdanya : “Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah
melempar tombak, ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar
tombak”
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita
taufiq untuk mengambil sebab-sebab datangnya pertolongan dari Yahudi dan
seluruh musuh-musuh Islam, yang mana pada hari itu kaum mukminin
bersuka cita akan pertolongan Allah…[25]
Penutup dan Kesimpulan
1. Permasalahan Palestina dengan
Yahudi, bukanlah permasalahan tanah atau batas politik semata. Namun
permasalahan Palestina dengan Yahudi adalah permasalahan aqidah dan
agama.
2. Peperangan di Palestina kelak akan
menjadi peperangan Islami dan ini adalah sesuatu yang pasti terjadi,
dan bangsa Yahudi saat ini sedang membangun kuburan mereka sendiri di
ladang pembantaian mereka.
3. Masalah Palestina tidak akan dapat
diselesaikan dengan jalur perdamaian, sebab Allah telah menetapkan
selain itu, yakni dengan jihad dan perang.
4. Segala bentuk kehinaan dan musibah
yang menimpa umat Islam saat ini, pada hakikatnya adalah disebabkan
jauhnya umat dari agama dan pemahaman Islam yang benar.
5. Yang akan menguasai dan
membebaskan tanah Palestina dan bumi Islam lainnya adalah ath-Tha`ifah
al-Manshurah, yang mana mereka akan muncul dari negeri Syam.
6. Solusi untuk merebut kembali tanah
muqaddasah (Palestina) dan negeri lainnya yang terjajah adalah dengan
jihad syar’i, dan jihad takkan bisa terimplementasi apabila tanpa
didasari dengan ilmu. Oleh karena itu, menuntut ilmu saat ini adalah
kewajiban yang paling utama sebelum jihad.
7. Jihad syar’i dalam arti jihad fath wa thalab harus memenuhi persyaratan syar’i sebagai berikut :
a. Imam
b. Negara (daulah)
c. Bendera (royah)
7.1. Jihad syar’i memiliki persiapan (i’dad) syar’i yang harus dipenuhi. Ada dua macam persiapan, yaitu :
Pertama : Persiapan dengan pembinaan keimanan ummat, dengan cara menegakkan hakikat peribadatan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata, membina jiwa mereka dengan kitabullah, mensucikan mereka dengan
sunnah nabinya dan menolong agama Allah dan syariat-syariat-Nya. ”Allah
benar-benar akan menolong hamba-Nya yang menolong agama-Nya.”
Kedua : Persiapan fisik, yaitu
mempersiapkan sejumlah perlengkapan dan alat-alat perang untuk melawan
dan memerangi musuh-musuh Allah. ”Dan persiapkanlah bagi mereka apa-apa
yang kamu sanggupi, dari kekuatan dan kuda yang ditambat yang akan
menggentarkan musuh Allah dan musuh-musuh kalian.”
7.2 Demonstrasi, unjuk rasa, mogok
kerja ataupun mogok makan sebagai bentuk solidaritas terhadap bangsa
Palestina bukanlah solusi Islami, namun merupakan suatu bentuk tasyabbuh
(penyerupaan terhadap orang kafir) yang tidaklah berfaidah melainkan
menjauhkan umat dari sebab-sebab pertolongan Allah.
Catatan kaki
(*) Disusun dari beberapa sumber oleh Abu Salma al-Atsari.
[1]
Sengaja kami pilih kata Nubuwat daripada kata ramalan, karena kata
nubuwat lebih sesuai dan pantas daripada penggunaan kata ramalan. Kata
ramalan seringkali berasosiasi dengan klenik, khurafat, takhayul ataupun
metafisika. Sedangkan nubuwat maka asosiasinya adalah dengan wahyu :
al-Qur’an atau as-Sunnah yang shahih.
[2]
Disarikan dari “Jama’ah-Jama’ah Islamiyah Ditimbang Menurut Al-Qur’an
dan As-Sunnah” (terj. Al-Jama’at al-Islamiyyah fi Dhou’il Kitaabi was
Sunnah), karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly, pent. Ust. Abu Ihsan
al-Atsari, Pustaka Imam Bukhari, Jilid I, cet. I, Juni 2003, hal.
90-108.
[3]
Dipetik secara ringkas dan bebas dari artikel yang berjudul Haditsu
Qitaali al-Yahuudi Riwaayatan wa Dirooyatan, karya Syaikh Ali Hasan
al-Halabi, dalam Majalah al-Asholah, no. 30, th. V, hal. 7-8.
[4]
Disarikan dari artikel yang berjudul ath-Tha`ifah al-Manshurah wal
Bilaad al-Muqoddasah, karya Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali,
dalam Majalah al-Asholah, no. 30, th, V, hal. 17-21.
[5] QS al-Anfal 8:72
[6] QS at-Taubah 9:29
[7] QS al-Maa`idah 5:82
[8] QS ash-Shaff 61:10-13
[9] QS at-Taubah 9:41
[10] QS at-Taubah 9:19-22
[11] QS at-Taubah 9:52
[12] QS Muhammad 47:7
[13] QS ar-Ruum 30:47
[14] QS al-Hajj 22:40-41
[15] QS Ali ‘Imraan 3:118
[16] QS Ali ‘Imraan 3:120
[17] QS az-Zumar 39:20
[18] QS Ali ‘Imraan 3:120
[19] QS at-Taubah 9:111
[20] QS as-Sajdah 32:24
[21] QS al-Anfaal 8:60
[22] QS an-Nisaa` 4:71
[23] QS an-Nisaa` 4:102
[24]
Disarikan dari artikel yang berjudul Mauqifu al-Yahud minal Islam wa
Fadhlu al-Jihaad fi Sabilillahi, karya al-Imam Abdul Aziz bin Baz
rahimahullahu, dalam Majalah al-Asholah, no. 30, th. V, hal. 45-58.
[25]
Disarikan dari artikel yang berjudul Ma’aalimu al-Ihtidaafi ‘Awaamilin
Nashri ‘alal A’daa, tulisan redaksi Majalah al-Asholah, no. 30, th. V,
hal. 80-83.